Jangan Lihat ke Belakang...


Terbangun dari tidurku karena suara rel yang bergemuruh, kubuka jendela di sebelah tempat dudukku terasa lega sekali disaat angin berhembus mengenai mukaku yang berkeringat. Siapa yang bisa bertahan dengan suasana pengap gerbong kereta yang padat duduk bersama setumpuk daun singkong dan kandang ayam. Dari kejauhan kulihat seorang ibu dengan 4 anaknya tertidur dengan pulas padahal mereka tidur di antara tumpukan barang-barang dan karung-karung sayuran, namun terlihat dari wajah mereka mereka tampak behagia bersama-sama. Melihat kebersamaan itu aku jadi teringat ibuku di rumah disaat dia tak kuasa menangis melihat ayahku menampar, memukul sambil menyeretku keluar dari rumah sampai beberapa tetangga ada yang terbangun, ya… benar, aku diusir dari rumah. Di melempar barang-barangku keluar dari pintu rumah sambil mengeluarkan kata-kata kasar seakan aku adalah seonggok sampah. Kurapihkan baju dan barang-barangku yang dia lempar kumasukan kedalam tas seadanya dan akupun pergi, kuusap darah dari hidungku, berjalan dan mencoba untuk tidak melihat kembali ke belakang.

Terbangun lagi dari kejadian lalu, kupandang jendela dan melihat dari kejauhan ternyata matahari belum menunjukan sedikit cahayanya, terdengar sayup-sayup suara adzan subuh berbaur dengan suara rel kereta, membuatku sadar bertapa jauhnya aku dari yang maha kuasa. Bingung harus kemana dan apa yang akan dilakukan, akupun pasrah menunggu pemberhentian terakhir kereta ini. Kucoba untuk menutup mataku dan bayang-bayang dari masa lalupun muncul kembali, masih terbayang di pelipis kepalaku tentang kejadian itu dan bagaimana dia memakiku sambil berteriak “jangan pernah kembali lagi ke sini dan jangan anggap kami orang tua mu!!!” dalam bahasa sunda.

Matahari sudah mulai menampakan mukanya dan akupun hanya bisa duduk sambil melihat hamparan rumput gambut yang dikelilingi pohon-pohon liar, tidak lama kemudian akupun mulai melihat bangunan-bangunan dengan cerobong asap yang tinggi. Aku sudah mulai melewati kawasan pabrik. Tiba-tiba kereta berhenti dan tak sengaja membuat kandang ayam di dekatku terjatuh dan membuat isinya berkeliaran. Akupun ikut membantu menangkap salah satunya. Kejadian ini membuatku sedikit tersenyum melihat kekonyolan yang terjadi dalam gerbong ini. Tak terasa dari balik jendela aku sudah melihat gedung-gedung kaca yang tinggi dan menjulang. Terkesima dengan bentuk dan bagaimana refleksi matahari memantul dari kaca-kaca bangunan itu membuatku taksadar ternyata akusudah sampai pada stasiun terakhir. Aku bergegas keluar dari gerbong dan mulai menginjakan kakiku pada tempat ini. Aku melihat semua orang berlalulalang dengan cepat dan akupun berkata pada diriku sendiri,”Jamil, apa yang akan kau lakukan sekarang???”.

No comments:

Post a Comment