Buta Arah, Buta Waktu dan Buta Tujuan...


Aku berhenti sejenak untuk mengumpulkan nyawa kembali, dengan kedua tanganku menopang pada pagar jembatan, aku mulai mencoba menarik nafas, ternyata udara disini tidak seperti di rumah. Debu, pasir dan kotoran berkumpul jadi satu, rasanya seperti karat besi. Mataku tertutup tapi entah kenapa dunia seperti sedang berputar, dan setiap kali aku mencoba membuka mata, rasanya seperti mau jatuh dari jembatan. Tak lama kemudian tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahu kananku dari belakang. Sedikit kaget, aku mencoba untuk melihat ke belakang, ternyata seorang bapak-bapak berseragam pegawai negeri yang sedang lewat melihatku hampir jatuh lemas ke pahar jembatan penyebrangan. Dia bertanya tentang keadaanku, mungkin dipikiranya aku mau loncat dari jembatan. Dengan nada bercanda dia berkata padaku,” Saya kira ade mau loncat dari jembatan, kan lagi musim tuh terjun bebas dari atas gedung.” Tuturnya sambil menunjuk pada bangunan Blok M Plaza. Akupun tak kuasa ikut tertawa mendengar leluconnya. Kami akhirnya turun dari jembatan dan dia menawarkan untuk mampir ke tempat istrinya berjualan bubur, awalnya aku sedikit curiga apa aku akan ditipu atau apapun yang buruk-buruk ternyata niat Pak Yatmo dan istri benar-benar tulus. Memberikanku satu mangkok bubur ayam, segelas teh tawar, obat sakit kepala dan arah tempat alamat rumah temanku Tom berada. Aku masih tidak menyangka ternyata masih ada orang yang baik hati di tempat seperti ini. Setelah bercakap-cakap beberapa saat akupun mulai meneruskan perjalananku mencari alamat rumah itu.

Aku benar-benar tidak tahu harus naik apa menuju kesana, buta arah, buta waktu dan buta tujuan. Setelah mengikuti nasehat Pak Yatmo untuk naik kopaja kearah selatan dan berhenti beberapa blok dari sana, aku pun meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Tidak terasa matahari sudah mulai turun, andai saja aku tidak membuang hanphoneku ke luar jendela waktu di kereta, semua masalah akan cepat terselesaikan dan mungkin aku sudah sampai di rumahnya dari tadi siang. Ya, benar aku sudah hilang komunikasi dengan orangtua dan keluarga besarku, tapi apa yang bisa aku harapkan lagi, aku sudah mati bagi mereka. Aku sudah muak menjadi kambing hitam bagi mereka, anak yang tidak pernah membanggakan keluarga, anak yang selalu dianggap memberikan masalah dalam rumah padahal yang aku lakukan hanyalah berusaha untuk membuat mereka selalu bahagia. Akan tetapi di mata mereka semua itu hanyalah omong kosong. Capek… rasanya seperti berenang tanpa bisa sampai ke tepian, sampai kaupun lelah…tidak ada tenaga lagi untuk mengayuh badanmu dan mulai tenggelam terlahan, dalam dan lebih dalam lagi sampai kau tidak bisa melihat permukaan airnya lagi. Memikirkan kejadian silam selalu membuat nafasku terasa sesak, andai saja semua ini bisa berlalu seperti kita membalikan telapak tangan.

Malas bertanya, sesat di jalan… tapi yang terjadi dengan ku malah sama saja. Aku banyak bertanya dengan orang-orang sekitar tidak membuatku sampai pada tujuan. Bertanya malah membuatku makin tersesat, yang satu menyuruhku untuk berjalan ke arah ini dan yang satu lagi menyuruhku balik ke arah yang berlawanan. Cukup bertanya pada orang-orang, akupun akhirnya hanya mengandalkan insting dan naluriku dalam mencari tempat itu. Mengikuti petunjuk jalan adalah cara yang terbaik, nampaknya aku sudah mulai dekat dengan tempat yang kucari. Rumahnya sepertinya ada di sebrang jalan ini, akupun menoleh kekanan dan kekiri memastikan tidak ada mobil yang lewat. Menyebrang dengan pandangan lurus kedepan dan tiba-tiba dari arah kanan ada mobil hitam yang melaju dengan kencang dan hampir menerempetku. Karena kaget aku menepuk kap mobil itu, ternyata pada saat kaca jendelanya turun yang menyetir mobil itu seorang wanita cantik berkacamata hitam. Emosiku pun meluap karena tanpa meminta maaf dia melaju kembali dengan kencang. Dalam sehari dua kali aku mengalami kejadian sial. Tanpa aku sadari ternyata rumah Tom ada di depanku, ku tekan tombol bel yang ada dipagar. Apakah dia ada di rumah?

No comments:

Post a Comment